Jumat, 13 Januari 2012

MEMAHAMI ISLAM SECARA UTUH

FENOMENA PEMAHAMAN PARSIAL

Belakangan di Indonesia sedang marak beberapa kejadian yang tampak dan terdengar radikal, kasar, , tak berakhlaq, melanggar hukum, , dan ironisnya dilakukan orang yang mengaku beragama Islam. Bahkan anehnya pelakunya meyakini bahwa itu lah yang paling benar yang harus dilakukan. Diantara kejadian itu adalah pengeboman yang diledakkan di mana-mana yang oleh pelakunya dianggap sebagai ‘jihad’ memerangi orang-orang kafir. Ada pula kelompok yang ‘berdakwah’ dengan cara menculik, mempengaruhi, berdiskusi, mencuci otak serta mengambil harta korban disertai tekanan dengan dalih infak dakwah. Tidak hanya itu, si korban disuruh melakukan segala cara untuk mendapatkan uang yang kemudian harus disetorkan ke `atasannya`. Ada juga sebagian orang yang dengan gampang menuduh dan menghukumi orang lain salah, kafir, syirik dan bid’ah hanya karena sedikit beda cara beribadah, berkeyakinan dan beda cara mengambil dalil  atau dasar hukum. Sedangkan yang merasa tertuduh  membalas si penuduh dengan anggapan sok benar sendiri, aneh, aliran baru, memecah belah umat, tidak santun berdakwah dan sesat hanya karena beda penampilan, amaliyahnya dan faham keislamannya yang berbeda dengan umumnya orang-orang islam di sekitarnya.
Keadaan seperti ini menimbulkan rasa ketidaktenangan di tengah-tengah masyarakat, serta secara intern dalam tubuh umat islam menyebabkan hubungan menjadi tidak harmonis. Hal ini disebabkan salah satunya karena adanya pemahaman terhadap ajaran Islam (Al-Qur`an) yang tidak utuh, tidak tuntas, sepotong-potong dan parsial. Parsial dalam pengertian bahwa  misalnya jihad hanya atau harus diartikan perang dan membunuh, semua orang kafir harus diserang dan diperangi, dakwah tidak boleh menghalalkan segala cara seperti dengan dana hasil curian atau tipuan dan tidak selalu yang tidak ada di zaman nabi berarti bid`ah yang terlarang. Padahal jihad tidak harus diartikan perang, tidak semua orang non islam harus diperangi, dakwah tidak boleh menghalalkan cara, dan tidak semua yang tidak ada di zaman Rasul berarti dilarang.

ISLAM  YANG SEMPURNA

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw untuk manusia adalah agama yang sempurna. Sempurna antara lain dalam pengertian cukup memadai untuk dijadikan sebagai petunjuk hidup sehari-hari, baik sebagai makhluk indevidu, makhluk sosial maupun makhluk beragama. Islam melalui Al-Qur`an dan Hadits membimbing manusia dalam berbagai aktifitas, berkeluarga, bertetangga, bekerja, bernegara bahkan berpolitik. Manusia sebagai makhluk Allah harus beraqidah yang lurus, beribadah yang benar dan berkhlak yang terpuji. Allah mengajarkan agar kita menjaga hubungan baik sesame manusia dan hubungan baik dengan Allah secara seimbang. Allah berfirman :

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (hubungan) dengan manusia…….(QS. Ali Imran: 112)

Allah juga menekankan keseimbangan antara kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat kelak (QS. Al-Qoshosh: 77 dan Al-Baqarah: 102). Sementara itu sebagai umat islam kita tidak hanya dituntut untuk mengurus diri kita sendiri tapi juga berkewajiban untuk turut berpartisipasi dalam berdakwah dan berjihad untuk Islam baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan kemampuan.
Itulah diantara sisi kesempurnaan Islam sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-Qur`an :

…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. ………(QS. Al-Ma`idah:3)

Kesempurnaan dan kelengkapan ajaran islam ini akan lebih terlihat dan terbuka jelas jika kita berkenan membaca dan menelaah semua kandungan Al-Qur`an dari juz 1 s/d 30, tidak hanya seayat dua ayat saja. Itupun harus ditambah dengan mengkaji kitab-kitab hadits Nabi yang menjelaskan kandungan Al-Qur`an. Bahkan harus dilengkapi dengan mempelajari berbagai disiplin ilmu-ilmu keislaman yang ditulis oleh para ulama` dalam kitab-kitab aqidah, fiqih-ushul fiqih, tasawwuf, shiroh nabawi, ulumul qur`an, ulumul hadits, tarikh, dan sebagainya. Dalam kitab-kitab para ulama` itulah penjelasan Al-Qur`an dan Hadits nabi diuraikan secara rinci dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami.
 
PEMAHAMAN YANG UTUH

Segala aspek ajaran Islam di atas harus dipenuhi dan dijalankan oleh umat islam secara utuh dan seimbang, tidak hanya mengamalkan yang satu dengan meninggalkan atau mengesampingkan yang lain. Allah memerintahkan kepada kita untuk mengamalkan ajaran islam secara konprehensif atau utuh:

 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Untuk dapat mengamalkan islam secara utuh (kaffah) maka diperlukan pemahaman dan pengetahuan keislaman secara utuh pula. Orang islam semestinya memahami aspek aqidah, ibadah, hukum, akhlaq. Bukan hanya itu, tapi juga memahami bagaimana kita menjalin hubungan dengan sesama manusia, bahkan dengan alam sekitar. Dalam hal aqidah misalnya kita harus faham keyakinan-keyakinan dan kegiatan yang membahayakan aqidah seperti kurofat, tahayyul, tathoyyur, mistik dan syirik Dalam hal ibadah misalnya kita mengetahui bagaimana cara yang benar dalam berwudhu, sholat, berdzikir, membaca Qur`an dan berdo`a. Dalam hal akhlak misalnya kita harus faham bagaimana aturan membina rumah tangga, etika bermasyarakat, etika berdakwah, dsb. Dalam hal berjihad umat islam juga harus mengerti prosedur dan kode etik berjihad.


MERAIH PEMAHAMAN KAFFAH (UTUH)

Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh agar kita dapat memahami ajaran Islam secara kaffah, konprehensif atau utuh :
1.    Pelajari semua ayat-ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan tema yang sama karena ayat satu dengan yang lain itu saling berhubungan walaupun tidak terletak dalam satu rangkaian ayat yang berurutan dan bahkan dalam surat yang berbeda-beda. Hubungan satu ayat dengan yang lainnya bisa jadi sebagai penguat atau mempertegas, menjelaskan atau memerinci, dan mungkin sebagai pengecualian. Untuk lebih jelasnya dapat membaca kitab-kitab tafsir Al-Qur`an seperti Tafsir Ibnu Katsir.
2.    Bacalah Hadits-hadits Nabi dari berbagai riwayat dengan tetap memperhatikan tingkat keshahihan dan jumlah perawinya. Fungsi Hadist adalah menafsirkan Al-Qur`an yang bisa jadi sebagai penguat, penjelas atau pengecualian dari keumuman Al-Qur`an. Hadits-hadits nabi terhimpun dalam kitab shohih Bukhari, Muslim, Musnad Ahmad bin Hambal, Sunan tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Muwattho` Ibnu Malik, dll. Untuk lebih jelasnya dapat membaca kitab syarah (penjelasan hadits) seperti kitab Fathul Baar karya Ibnu Hajar Al-Atsqolani.
3.     Lihatlah (pahami) buah pikiran atau pendapat para ulamak yang diakui keilmuannya dan keshalihannya baik dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seterusnya sampai zaman sekarang. Penafsiran dan pemahaman para ulama terhadap Al-Qur`an dan Hadits sudah banyak terbukukan dalam ribuan kitab-kitab dengan susunan yang rapih dan mudah dipahami dan bahkan sebagiannya sudah diterjemahkan. Berbeda dengan kitab Al-Qur`an dan Al-Hadits, kitab-kitab para ulamak sudah dibedakan atau dipisahkan sesuai temanya seperti ada kitab aqidah, tafsir, fiqih, syarah hadits, shiroh, dan lain-lain. Kalau sudah masuk pada pembahasan para ulamak dalam kitab yang berbeda-beda, maka sudah mulai terbuka perbedaan pendapat antara satu ulama’ (kitab) dengan ulama’(kitab) yang lainnya. Dan tidak seorangpun yang berhak menentukan bahwa pendapat ulama` A atau B yang paling benar dan dikehendaki oleh Allah, karena mereka hanya berijtihad sedangkan kebenaran hanya dari Allah.
4.    Apabila sudah membaca Al-Qur`an, hadits dan kitab-kitab para ulama` dan ternyata ada hal belum jelas hendaknya kita bertanya kepada orang, ustadz atau ulama` yang ada di sekitar kita yang lebih mengerti. Allah berfirman :

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An-Nahl: 43)

5.    Tidak hanya belajar Islam dari satu sumber atau satu guru saja, atau satu kelompok saja atau satu lembaga saja, tapi belajarlah dari sebanyak mungkin dari sumber atau guru atau akui keilmuan dan akhlaqnya. Setiap orang (guru atau ulama`) mempunyai background yang berbeda-beda dari segi kedalaman ilmunya, keluasan wawasannya, metode berfikirnya, pengalaman hidupnya, tempat belajarnya, dsb. Kalau kita hanya membatasi dengan satu sumber (guru) saja, maka kita tidak akan mendapatkan perbandingan yang lain. Seandainya terjadi kekuranglengkapan penjelasan ilmunya maka kita tidak ada yang menyempurnakan. Jika terjadi kesalahan maka tidak ada yeng mengoreksi atau membenarkannya. Belajar dari para ulama` zaman dulu seperti Imam Syafi`i, Imam Ghozali, Ibnu Katsir,  mereka pergi ke mana-mana untuk mendapatkan banyak ilmu dari berbagai guru.
6.    Ketika mendapatkan penjelasan tentang agama dari seorang sumber (teman, saudara, ustatdz, atau dari sebuah tulisan) guru hendaknya kita tidak serta merta langsung menerima 100%. Kalau sekiranya bertentangan dengan Al-Qur`an, Hadits, pendapat matoritas ulama, pemahaman umumnya umat islam, atau dapat mengakibatkan dampak negative, atau menimbulkan perasaan tidak tenang di hati, maka segera berfikir ‘benarkah pendapatnya?’ Dan carilah jawaban dari sumber lain sebagai pembanding, kemudian berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk yang benar.
7.    Jika kita mempelajari Islam secara otodidak dengan membaca terjemahan Al-Qur`an, misalnya terjemahan Departemen Agama, kalau terasa janggal atau kurang dipahami maknanya maka jangan terburu-buru menyalahkan terjemahannya, tapi carilah penjelasannya di buku terjemahan tafsir Al-Qur`an yang sudah banyak beredar. Diantara terjemahan tafsir Qur`an dalam bahasa Indonesia seperti Tafsir Depag, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Al-Mishbah (Quraisy Syihab), Al-Azhar (Buya Hamka), Fii zhilalil qur`an (Sayid Qutub) dan sebagainya.
8.    Terus belajar tentang Islam, bahkan ilmu-ilmu yang lain, jangan pernah berhenti sampai akhir hayat. Satu ilmu yang belum kita ketahui sekarang bisa jadi atau mungkin akan kita dapati tahun depan. Ilmu yang tidak kita jumpai dari satu tempat atau sumber insyaallah akan kita dapati dari sumber lain. Bukan hanya materi ilmunya yang kita harapkan, hidayah Allah terkadang baru kita dapatkan setelah belajar pada tahun kedua, ketiga dan seterusnya. Hidayah Allah jangan hanya ditunggu, tapi harus kita jemput antara lain dengan terus belajar tanpa putus asa.

Kalau langkah-langkah di atas sudah kita tempuh insyaallah kita akan melihat betapa indahnya Islam yang begitu sempurna (kamil) dan melingkupi berbagai persoalan (syamil) yang membawa rahmat bagi umat seluruh alam. Semoga Allah memberikan pemahaman keislaman pada kita yang kaffah (utuh) dan dapat mengamalkan Islam secara kaffah pula. Amin.


M. Syamsul Hadi


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar